Saya bukan lulusan dari program studi Ilmu Sejarah. Meski ada pilihan Latar Belakang sebagai jalur pengutamaan di program studi Asia Barat, tapi saya memilih Kesusastraan. Jadi memang, mengajar mapel Sejarah di SMA adalah tugas yang berat buat saya.
Sampai sekarang, saya masih terus merasa belum mendapat sense dari mata pelajaran yang saya ampu ini. Saya tau, saya punya beberapa metode belajar yang tampaknya menyenangkan di kelas, dan sementara ini siswa terlihat menikmati. Tapi bukan itu intinya pembelajaran. Bukan untuk menikmati metodenya, tapi menikmati ilmunya.
Dan itu akan sulit didapat kalau saya sendiri, sebagai guru, belum merasakan keterhubungan dan makna dari apa yang saya ajar.
Begini, setiap saya membuka buku paket Sejarah, saya tidak mengerti kenapa kita harus mempelajari bagaimana teori masuknya kebudayaan dan agama Hindu, Buddha, dan Islam, dan diberi deskripsi lebih dari dua puluh kerajaan. Tidak ada penjelasan di kurikulumnya, tidak juga di bukunya. Yang ada cuma:
Standar Kompetensi: Menganalisis perjalanan Bangsa Indonesia pada masa kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam.
Saya harus memaknai bab tersebut bagi diri saya dulu, "Setelah tau berbagai prasasti dan candi, menghapal berbagai silsilah kerajaan, terus semua itu penting gitu buat gue?"
Lalu, adakah yang bisa memberi tahu saya apakah ada gunanya mengetahui beda chopper dengan kapak perimbas? Dan benarkah kita harus tahu tahun berapa dan oleh siapa Homo Wajakensis ditemukan?
Hah! Apa sih yang ingin disampaikan oleh pelajaran Sejarah ini sebenarnya? #gregetan
Sementara itu proses memaknai ini harus dilakukan segera, karena saya dikejar-kejar jadwal mengajar 3 tingkat, yang artinya sekian bab lain sudah mengantri untuk dimaknai lagi. Jadi terus terang saja, terasa too much bagi otak pas-pasan seperti punya saya.
Kemarin, sebagai review atas KD pertama di kelas XI program Ilmu Sosial, saya memberi soal sebagai berikut:
Para ahli telah menganalisis bahwa penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha adalah sebagai berikut:
1. Perang saudara dan perbutan kekuasaan
2. Desakan kerajaan yang lebih besar dan kuat
3. Kepemimpinan yang lemah dari raja selanjutnya
4. Daerah-daerah melepaskan diri
5. Kemunduran ekonomi
6. Masuknya pengaruh Islam
Jika kamu adalah Raja/Ratu dari sebuah kerajaan Hindu-Buddha, uraikan strategi yang akan kamu gunakan untuk menghindari keruntuhan kerajaanmu, bahkan menjadikannya lebih besar dan kuat.
Siswa-siswa tersenyum ketika membaca soalnya, karena mereka tidak harus menghapal untuk ulangan semacam ini. Mereka menjawab panjang, beberapa jawaban cukup menggembirakan, dan tentu saja tak ada yang nyontek meskipun tidak diawasi.
Tinggal saya yang meringis. Kasihan sekali mereka, karena ketika Ujian Nasional Kewenangan Sekolah dan SNMPTN, mungkin mereka akan berhadapan dengan soal seperti:
"Apakah gelar dari Raja Airlangga?"
"Sebutkan peralatan yang digunakan pada zaman Mesolitikum!"
"Kapan Perhimpunan Indonesia didirikan?"
Lalu mereka tidak bisa menjawab karena dulunya diajar oleh guru Sejarah yang bingung.
Tuesday, 15 October 2013
Thursday, 26 September 2013
BELAJAR SEJARAH DENGAN LAPBOOK
Sebelumnya saya ingin berterima kasih atas sharing ide dari Lala Mira Julia tentang lapbook ini. Tahun depan mau pake yang virtual juga, insya Allah. Ajarin yaaa....
Metode LAPBOOK saya gunakan untuk materi Kerajaan Hindu-Buddha (kelas XI program IPS) dan materi Mempertahankan Kemerdekaan (kelas XII program IPS). Perlu menjadi catatan bahwa SMA Islam Sinar Cendekia terdiri dari kelas kecil (10-15 orang) yang membuat beberapa hal dalam lesson plan ini mungkin tidak bisa langsung diterapkan di sekolah lain.
Berikut adalah garis besar dari lesson plan yang saya rancang:
Pertemuan 1 (80 menit)
Saya menyampaikan materi pengantar dengan menggunakan lapbook besar yang saya buat. Sambil menjelaskan, saya membuka tiap bagian lapbook yang sesuai.
Setelah menjelaskan, lapbook dipasang di papan tulis. Siswa kemudian diberi pertanyaan yang jawabannya bisa dicari di lapbook besar.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
1. Siswa mengingat kembali materi yang dijelaskan.
2. Tanpa menjelaskan apapun, siswa bisa memahami apa yang disebut dengan lapbook dan bagaimana menggunakannya.
Kemudian saya menunjukkan beberapa model lapbook (unduh dari internet) dan manfaatnya. Kemudian, membagi tugas untuk masing-masing siswa. Terakhir, saya berpesan agar semua siswa membawa laptop pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan 2 (80 menit)
Saya memberi beberapa poin yang informasinya akan dicari oleh siswa, dilengkapi dengan banyak gambar/foto/ilustrasi. Seluruh jam pelajaran digunakan untuk browsing, lalu siswa mengirimkannya ke e-mail saya.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa bisa menggunakan kata kunci, mengetahui situs yang terpercaya, menelusuru informasi hingga ke sumber asal, mampu menilai relevansi dari informasi yang didapat.
Di luar kelas, saya mencetak semua tugas yang dikirim siswa lewat e-mail dan mengoreksi kelengkapan informasinya, lalu memberi nilai di kotak Let's Surf (lihat di tautan ini).
Pertemuan 3&4 (160 menit)
Saya membawa bahan untuk membuat lapbook berupa kertas berwarna, karton kecil, gunting, lem, spidol warna, dan sebagainya. Siswa menerima tugas yang dicetak, dan mulai membuat lapbook.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa bisa mengelompokkan informasi, berpikir logis dan diakronis, serta terpacu kreatifitasnya.
Pertemuan 5 (80 menit)
Siswa mempresentasikan lapbook masing-masing. Siswa yang lain memperhatikan informasinya dan mengisi lembar peer assessment yang saya berikan. Setelah semua siswa presentasi, lapbook ditempel di dinding untuk melengkapi peer assessment.
Penilaian dari siswa digabung dengan penilaian dari saya. Nilai lapbook diisikan dalam kotak Sssh, I'm Working Here, dan nilai presentasi diisikan dalam kotak Attention, Please.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa mampu mengungkapkan informasi dengan baik.
Siswa mendapat penjelasan materi milik teman-teman yang lain.
Siswa mampu memberi penilaian objektif terhadap informasi lisan dan tulisan.
Pertemuan 6 (80 menit)
Siswa diminta membuka kembali lapbook yang dibuat, dan membuat pertanyaan tentang materi dalam lapbook masing-masing di kartu soal yang telah saya sediakan. Jumlah pertanyaan yang dibuat sama dengan jumlah teman sekelas. Setelah itu, lapbook ditempel di dinding.
Setelah itu siswa membagikan kartunya ke semua siswa, sehingga tiap siswa akan mendapat satu pertanyaan dari semua materi.
Setelah itu siswa mencari jawabannya di lapbook milik semua teman. Setelah selesai, semua kartu soal ditempel dalam portofolio siswa (yang menjawab) untuk saya nilai. Nilai dimasukkan dalam kotak I Ask You.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
1. Siswa merekonstruksi kembali pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk pertanyaan.
2. Siswa belajar kembali tentang materi milik teman lain.
Ketika saya menulis jurnal ini, siklus di atas baru selesai di kelas XI. Alhamdulillah kami menyelesaikan pembahasan 15 kerajaan/peninggalan dalam waktu 7 pertemuan. Kadang saya lupa mendokumentasikan jalannya pembelajaran, jadi tidak semua terekam dalam jurnal ini.
Di kelas XII, perkiraan saya, kami akan menyelesaikan 10 perjanjian/pemberontakan dalam 6 pertemuan, karena siswanya lebih sedikit.
Metode LAPBOOK saya gunakan untuk materi Kerajaan Hindu-Buddha (kelas XI program IPS) dan materi Mempertahankan Kemerdekaan (kelas XII program IPS). Perlu menjadi catatan bahwa SMA Islam Sinar Cendekia terdiri dari kelas kecil (10-15 orang) yang membuat beberapa hal dalam lesson plan ini mungkin tidak bisa langsung diterapkan di sekolah lain.
Berikut adalah garis besar dari lesson plan yang saya rancang:
Pertemuan 1 (80 menit)
Saya menyampaikan materi pengantar dengan menggunakan lapbook besar yang saya buat. Sambil menjelaskan, saya membuka tiap bagian lapbook yang sesuai.
Setelah menjelaskan, lapbook dipasang di papan tulis. Siswa kemudian diberi pertanyaan yang jawabannya bisa dicari di lapbook besar.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
1. Siswa mengingat kembali materi yang dijelaskan.
2. Tanpa menjelaskan apapun, siswa bisa memahami apa yang disebut dengan lapbook dan bagaimana menggunakannya.
Kemudian saya menunjukkan beberapa model lapbook (unduh dari internet) dan manfaatnya. Kemudian, membagi tugas untuk masing-masing siswa. Terakhir, saya berpesan agar semua siswa membawa laptop pada pertemuan berikutnya.
Lapbook besar yang saya buat. |
Pertemuan 2 (80 menit)
Saya memberi beberapa poin yang informasinya akan dicari oleh siswa, dilengkapi dengan banyak gambar/foto/ilustrasi. Seluruh jam pelajaran digunakan untuk browsing, lalu siswa mengirimkannya ke e-mail saya.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa bisa menggunakan kata kunci, mengetahui situs yang terpercaya, menelusuru informasi hingga ke sumber asal, mampu menilai relevansi dari informasi yang didapat.
Di luar kelas, saya mencetak semua tugas yang dikirim siswa lewat e-mail dan mengoreksi kelengkapan informasinya, lalu memberi nilai di kotak Let's Surf (lihat di tautan ini).
Sambil denger musik gapapa, asal hasilnya bagus & tepat waktu ^^ |
Pertemuan 3&4 (160 menit)
Saya membawa bahan untuk membuat lapbook berupa kertas berwarna, karton kecil, gunting, lem, spidol warna, dan sebagainya. Siswa menerima tugas yang dicetak, dan mulai membuat lapbook.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa bisa mengelompokkan informasi, berpikir logis dan diakronis, serta terpacu kreatifitasnya.
Berantakaaaaan.... |
Pertemuan 5 (80 menit)
Siswa mempresentasikan lapbook masing-masing. Siswa yang lain memperhatikan informasinya dan mengisi lembar peer assessment yang saya berikan. Setelah semua siswa presentasi, lapbook ditempel di dinding untuk melengkapi peer assessment.
Penilaian dari siswa digabung dengan penilaian dari saya. Nilai lapbook diisikan dalam kotak Sssh, I'm Working Here, dan nilai presentasi diisikan dalam kotak Attention, Please.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
Siswa mampu mengungkapkan informasi dengan baik.
Siswa mendapat penjelasan materi milik teman-teman yang lain.
Siswa mampu memberi penilaian objektif terhadap informasi lisan dan tulisan.
Kertas putih itu berisi kolom peer assessment |
Pertemuan 6 (80 menit)
Siswa diminta membuka kembali lapbook yang dibuat, dan membuat pertanyaan tentang materi dalam lapbook masing-masing di kartu soal yang telah saya sediakan. Jumlah pertanyaan yang dibuat sama dengan jumlah teman sekelas. Setelah itu, lapbook ditempel di dinding.
Setelah itu siswa membagikan kartunya ke semua siswa, sehingga tiap siswa akan mendapat satu pertanyaan dari semua materi.
Setelah itu siswa mencari jawabannya di lapbook milik semua teman. Setelah selesai, semua kartu soal ditempel dalam portofolio siswa (yang menjawab) untuk saya nilai. Nilai dimasukkan dalam kotak I Ask You.
Hal yang diharapkan dari kegiatan di atas:
1. Siswa merekonstruksi kembali pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk pertanyaan.
2. Siswa belajar kembali tentang materi milik teman lain.
Kertas kuning-merah-hijau adalah kartu soal yang belum dipotong2 |
Ketika saya menulis jurnal ini, siklus di atas baru selesai di kelas XI. Alhamdulillah kami menyelesaikan pembahasan 15 kerajaan/peninggalan dalam waktu 7 pertemuan. Kadang saya lupa mendokumentasikan jalannya pembelajaran, jadi tidak semua terekam dalam jurnal ini.
Di kelas XII, perkiraan saya, kami akan menyelesaikan 10 perjanjian/pemberontakan dalam 6 pertemuan, karena siswanya lebih sedikit.
Saturday, 21 September 2013
NO PROBLEM!
Di kelas, saya menggunakan 2 buku, buku paket Sejarah dan portofolio. Buku paket digunakan sebagai sumber utama, selain internet yang biasanya digunakan siswa tanpa saya suruh ^^. Sedang portofolio adalah hasil kerja siswa.
Karena menggunakan portofolio, maka saya tidak bisa terus-terusan menggunakan soal untuk menunjukkan hasil kerja siswa dalam portofolio, karena akan sangat membosankan dilihat. Lagipula, apa bedanya dengan buku catatan biasa?
Saya kira, inilah bagusnya menggunakan portofolio, karena guru jadi harus memikirkan aktifitas lain selain mengerjakan soal. Saya sendiri menggunakan beberapa aktifitas seperti soal dan jawaban, narasi, timeline, mindmap, kartu soal, lapbook, peta. Lumayanlah, sedikit ada perbedaan antara portofolio dengan buku catatan biasa.
Sebagai panduan siswa, saya menggunakan lembar yang saya sebut NO PROBLEM, yang diturunkan dari silabus. Isinya adalah tema yang akan kami bahas di kelas beserta kolom nilai untuk tiap tugas untuk mengisi portofolio.
Saya tidak memaksa siswa mengerjakan tugas di kelas. Asal tidak mengganggu dan tidak berkeliaran di luar kelas, saya izinkan mereka tidur, sibuk dengan gadget, atau main gitar. Yang jelas, saya tidak akan memberi ulangan dan hanya mengambil nilai dari portofolio. Jadi bila tidak mengerjakan, ya tidak ada nilai.
Yah, saya memang masih menggunakan nilai sebagai 'ancaman' agar siswa mengerjakan tugas. Apa boleh buat ^^;
Karena menggunakan portofolio, maka saya tidak bisa terus-terusan menggunakan soal untuk menunjukkan hasil kerja siswa dalam portofolio, karena akan sangat membosankan dilihat. Lagipula, apa bedanya dengan buku catatan biasa?
Saya kira, inilah bagusnya menggunakan portofolio, karena guru jadi harus memikirkan aktifitas lain selain mengerjakan soal. Saya sendiri menggunakan beberapa aktifitas seperti soal dan jawaban, narasi, timeline, mindmap, kartu soal, lapbook, peta. Lumayanlah, sedikit ada perbedaan antara portofolio dengan buku catatan biasa.
Sebagai panduan siswa, saya menggunakan lembar yang saya sebut NO PROBLEM, yang diturunkan dari silabus. Isinya adalah tema yang akan kami bahas di kelas beserta kolom nilai untuk tiap tugas untuk mengisi portofolio.
Saya tidak memaksa siswa mengerjakan tugas di kelas. Asal tidak mengganggu dan tidak berkeliaran di luar kelas, saya izinkan mereka tidur, sibuk dengan gadget, atau main gitar. Yang jelas, saya tidak akan memberi ulangan dan hanya mengambil nilai dari portofolio. Jadi bila tidak mengerjakan, ya tidak ada nilai.
Yah, saya memang masih menggunakan nilai sebagai 'ancaman' agar siswa mengerjakan tugas. Apa boleh buat ^^;
Monday, 8 July 2013
JADI DETEKTIF
Materi sumber, bukti, dan fakta sejarah harus dipraktekkan.
Guru hanya harus menyusun beberapa skenario cerita, membuat beberapa benda yang bisa menjadi bukti sejarah, baik dari sumber primer maupun sekunder, bisa lisan, tulisan maupun benda.
Seperti yang terjadi di dunia nyata, bukti sejarah memang normalnya tersebar, bercampur dengan mitologi dan kabar burung, dicari dan gali oleh sebuah tim ekspedisi.
Tim ekspedisi akan melakukan penelitian heuristik. Semua bukti sejarah yang terkait akan dikumpulkan, utamanya dari sumper primer. Lalu mereka akan melakukan kritik sejarah, memilah mana yang relevan, mana yang asli, mana yang utuh, mana yang mengalami perubahan, apakah sumber sejarah bisa dipercaya, mana
fakta sejarah mana yang bukan. Setelah itu, mereka akan melakukan interpretasi, dengan menghubungkan fakta yang ada, melihat hubungan dan keseuaiannya. Terakhir adalah bagian historiografi, penulisan sejarah dan publikasinya.
Ya, hanya itu saja yang harus dipersiapkan guru. HANYA itu @_@;
Guru hanya harus menyusun beberapa skenario cerita, membuat beberapa benda yang bisa menjadi bukti sejarah, baik dari sumber primer maupun sekunder, bisa lisan, tulisan maupun benda.
Seperti yang terjadi di dunia nyata, bukti sejarah memang normalnya tersebar, bercampur dengan mitologi dan kabar burung, dicari dan gali oleh sebuah tim ekspedisi.
Tim ekspedisi akan melakukan penelitian heuristik. Semua bukti sejarah yang terkait akan dikumpulkan, utamanya dari sumper primer. Lalu mereka akan melakukan kritik sejarah, memilah mana yang relevan, mana yang asli, mana yang utuh, mana yang mengalami perubahan, apakah sumber sejarah bisa dipercaya, mana
fakta sejarah mana yang bukan. Setelah itu, mereka akan melakukan interpretasi, dengan menghubungkan fakta yang ada, melihat hubungan dan keseuaiannya. Terakhir adalah bagian historiografi, penulisan sejarah dan publikasinya.
Ya, hanya itu saja yang harus dipersiapkan guru. HANYA itu @_@;
Sunday, 7 July 2013
KUANTAR KAU KE GERBANG
Jumlah buku yang saya baca selama lebih dari 30 tahun ini memang payah sekali. Dari yang payah itu, seingat saya cuma 2-3 buku biografi, itu sudah termasuk sirah nabawiyyah. Jadi mengajarkan materi Sejarah sebagai Kisah rasanya sulit sekali.
Salah satu yang saya baca adalah buku Kuantar kau ke Gerbang oleh Ramadhan KH, yang saya pinjam dari perpustakaan UI. Ini biografi Inggit Ganarsih, istri kedua Soekarno. Inggit Ganarsih bukan selebriti, pamornya jauh kalah dibanding istri Soekarno yang lain. Dan ini justru menjadikannya menarik.
Biografi ini tidak memiliki happy ending (tapi dalam kehidupan nyata, yang namanya happy ending itu kayak gimana, sih?). Inggit adalah wanita sederhana, mantan ibu kos Soekarno, yang lebih tua 13 tahun darinya. Selama Soekarno berjuang, dipenjara, dan dibuang ke Bengkulu, Inggit menemani, bahkan menafkahi keluarga.
Ketika akhirnya Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi presiden, dengan siapakah ia memasuki istana? Dengan Fatmawati, anak angkat Inggit yang cantik. Inggit menolak dimadu dan memilih bercerai setelah menikah 20 tahun, lalu pulang ke Bandung.
Seperti drama, bukan? Ya, hanya saja unsur sejarahnya kental. Pemikiran para tokoh yang berkumpul di rumah Inggit, peristiwa-peristiwa bersejarah di masa itu, menegaskan bahwa ini bukan sekedar cerita hidup seorang perempuan dari Bandung.
Saat itu saya mnemukan bahwa biografi adalah pendekatan yang sama sekali berbeda terhadap Sejarah. Di sekolah, saya menemukan sejarah sebagai sesuatu yang terlepas dari kehidupan, kering, semata hanya sebagai ilmu. Membaca buku ini saya baru sadar bahwa sejarah adalah kehidupan, yang isinya juga manusia, bukan hanya peristiwa. Ada pemikiran, tapi juga perasaan.
Melihat sejarah sebagai kisah, tentu tak bisa terlepas dari unsur subjektifitas. Orang lain dalam hidup Soekarno, misalnya, akan berbeda pandangan dengan Inggit. Itulah mengapa kita menemukan satu peristiwa ditulis menjadi beberapa kisah sejarah, masing-masing berbeda pendapat tentang masalah yang sama.
Salah satu yang saya baca adalah buku Kuantar kau ke Gerbang oleh Ramadhan KH, yang saya pinjam dari perpustakaan UI. Ini biografi Inggit Ganarsih, istri kedua Soekarno. Inggit Ganarsih bukan selebriti, pamornya jauh kalah dibanding istri Soekarno yang lain. Dan ini justru menjadikannya menarik.
Biografi ini tidak memiliki happy ending (tapi dalam kehidupan nyata, yang namanya happy ending itu kayak gimana, sih?). Inggit adalah wanita sederhana, mantan ibu kos Soekarno, yang lebih tua 13 tahun darinya. Selama Soekarno berjuang, dipenjara, dan dibuang ke Bengkulu, Inggit menemani, bahkan menafkahi keluarga.
Ketika akhirnya Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi presiden, dengan siapakah ia memasuki istana? Dengan Fatmawati, anak angkat Inggit yang cantik. Inggit menolak dimadu dan memilih bercerai setelah menikah 20 tahun, lalu pulang ke Bandung.
Seperti drama, bukan? Ya, hanya saja unsur sejarahnya kental. Pemikiran para tokoh yang berkumpul di rumah Inggit, peristiwa-peristiwa bersejarah di masa itu, menegaskan bahwa ini bukan sekedar cerita hidup seorang perempuan dari Bandung.
Saat itu saya mnemukan bahwa biografi adalah pendekatan yang sama sekali berbeda terhadap Sejarah. Di sekolah, saya menemukan sejarah sebagai sesuatu yang terlepas dari kehidupan, kering, semata hanya sebagai ilmu. Membaca buku ini saya baru sadar bahwa sejarah adalah kehidupan, yang isinya juga manusia, bukan hanya peristiwa. Ada pemikiran, tapi juga perasaan.
Melihat sejarah sebagai kisah, tentu tak bisa terlepas dari unsur subjektifitas. Orang lain dalam hidup Soekarno, misalnya, akan berbeda pandangan dengan Inggit. Itulah mengapa kita menemukan satu peristiwa ditulis menjadi beberapa kisah sejarah, masing-masing berbeda pendapat tentang masalah yang sama.
LEGENDA PUTRI HIJAU
Alkisah di Kesultanan Deli Lama, kira-kira 10 km dari kampung Medan, hiduplah seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.
Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesultanan Deli.
Dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam meledak terbelah dua. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo. Meriam itu dikenal dengan Meriam Puntung (buntung).
Pangeran yang seorang lagi berubah menjadi naga yang disebut Ular Simangombus, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.
Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.
Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga. Dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
***
Legenda di atas mungkin terkesan sebagai dongeng pengantar tidur. Ia cerita yang anonim dan penuh keajaiban di luar logika. Begitulah ciri-ciri sebuah folklore atau budaya rakyat. Meski begitu, kita dapat menemukan jejak sejarah dari legenda ini.
Abad 15 dan 16 adalah periode paling berdarah di zona dataran rendah Aceh, Sumatera Timur, dan semenanjung Malaysia. Empat kerajaan saling bantai, berkonspirasi, dan saling menaklukkan untuk memperebutkan kekuasaan pada zona perdagangan internasional yang kini dikenal dengan Selat Malaka. Di tengah kecamuk perebutan kue ekonomi itu, pada tepian sungai Deli–tepatnya sekitar 9 km dari Labuhan Deli–lahirlah sebuah legenda klasik bernama Puteri Hijau.
Legenda ini memiliki banyak interpretasi yang berbeda. Putri Hijau mungkin memang cantik, tapi motivasi Raja Aceh mempersuntingnya adalah untuk memperluas kekuasaan dan menguasai perekonomian Selat Malaka.
Bagaimana dengan Meriam Puntung? Benda itu memang ada, satu di Istana Maimun, satu lagi di daerah Karo. Meriam ini merupakan hadiah Portugis dan memang terbelah dua ketika digunakan, mungkin karena terlalu panas.
Dan naganya? Diceritakan bahwa Putri Hijau melarikan diri bersama kakaknya melalui sebuah sungai dengan menggunakan perahu. Kepala perahu itu berbentuk naga.
***
Ini apersepsi dari materi menemukan jejak sejarah dalam folklore.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Putri_Hijau
http://batak.web.id/legenda-putri-hijau-diantara-batak-dan-haru-aru-sebuah-hipotesis/
kolomkita.detik.com -
somelus.wordpress.com
Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesultanan Deli.
Dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.
Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam meledak terbelah dua. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo. Meriam itu dikenal dengan Meriam Puntung (buntung).
Pangeran yang seorang lagi berubah menjadi naga yang disebut Ular Simangombus, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.
Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.
Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga. Dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
***
Legenda di atas mungkin terkesan sebagai dongeng pengantar tidur. Ia cerita yang anonim dan penuh keajaiban di luar logika. Begitulah ciri-ciri sebuah folklore atau budaya rakyat. Meski begitu, kita dapat menemukan jejak sejarah dari legenda ini.
Abad 15 dan 16 adalah periode paling berdarah di zona dataran rendah Aceh, Sumatera Timur, dan semenanjung Malaysia. Empat kerajaan saling bantai, berkonspirasi, dan saling menaklukkan untuk memperebutkan kekuasaan pada zona perdagangan internasional yang kini dikenal dengan Selat Malaka. Di tengah kecamuk perebutan kue ekonomi itu, pada tepian sungai Deli–tepatnya sekitar 9 km dari Labuhan Deli–lahirlah sebuah legenda klasik bernama Puteri Hijau.
Legenda ini memiliki banyak interpretasi yang berbeda. Putri Hijau mungkin memang cantik, tapi motivasi Raja Aceh mempersuntingnya adalah untuk memperluas kekuasaan dan menguasai perekonomian Selat Malaka.
Bagaimana dengan Meriam Puntung? Benda itu memang ada, satu di Istana Maimun, satu lagi di daerah Karo. Meriam ini merupakan hadiah Portugis dan memang terbelah dua ketika digunakan, mungkin karena terlalu panas.
Dan naganya? Diceritakan bahwa Putri Hijau melarikan diri bersama kakaknya melalui sebuah sungai dengan menggunakan perahu. Kepala perahu itu berbentuk naga.
***
Ini apersepsi dari materi menemukan jejak sejarah dalam folklore.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Putri_Hijau
http://batak.web.id/legenda-putri-hijau-diantara-batak-dan-haru-aru-sebuah-hipotesis/
kolomkita.detik.com -
somelus.wordpress.com
Saturday, 6 July 2013
ABAD 4 MASEHI
Abad ke 4 Masehi. Indonesia memasuki masa aksara. Di belahan dunia lain, apa yang terjadi?
Itu 400 tahun setelah kematian Isa a.s. Rasulullah lahir 100 tahun kemudian.
Saat itu, apa Anthony sudah pedekate ke Cleopatra? Lagi dinasti apa di China? Asterix ada di mana? Kalo film 300 itu, kejadian benerannya kapan?
Menyatukan potongan-potongan di kepala, dan memisahkan mana yang sejarah sungguhan, mana yang film dan komik.
Sejarah itu kronologis dan diakronis. Entah apa artinya itu.
JAWABAN:
sumber: http://chaos1.hypermart.net/fullsize/ancivfs.gif
Peradaban Mesir dimulai sekitar 3100 SM.
Peradaban Sumeria dimulai 2800 SM, 800 tahun setelah Sumeria, Babilonia muncul. Nah ini berbarengan dengan munculnya peradaban Assyiria, bareng juga dengan Maya di Amerika Selatan, yaitu tahun 2000 SM.
Peradaban Assyiria itu awalnya adalah peradaban Akkadia yang muncul 2500 SM, berbarengan dengan munculnya peradaban Indus di Asia. Peradaban Cina lebih muda sedikit, sekitar 2300 SM.
Itu peradaban kuno. Yang rada mudaan ini:
Romawi muncul sekitar 850 SM, Persia sekitar 700 SM, Yunani sekitar 600 SM, dan Bizantium sekitar 350 SM.
Ketika Nabi Isa a.s. lahir di tahun 1 M, itu masa Kekaisaran Romawi, sementara itu di China, dinasti Hsin sedang berkuasa.
Di masa Rasulullah (abad 5 M), Romawi memang sedang dalam masa kehancuran.
Kalau Inca dan Aztec, ternyata terhitung baru ya.
Pengaruh Hindu masuk ke Indonesia sekitar 4 M, Islam masuk 13 M, dan Eropa masuk 16 M.
Itu 400 tahun setelah kematian Isa a.s. Rasulullah lahir 100 tahun kemudian.
Saat itu, apa Anthony sudah pedekate ke Cleopatra? Lagi dinasti apa di China? Asterix ada di mana? Kalo film 300 itu, kejadian benerannya kapan?
Menyatukan potongan-potongan di kepala, dan memisahkan mana yang sejarah sungguhan, mana yang film dan komik.
Sejarah itu kronologis dan diakronis. Entah apa artinya itu.
JAWABAN:
sumber: http://chaos1.hypermart.net/fullsize/ancivfs.gif
Peradaban Mesir dimulai sekitar 3100 SM.
Peradaban Sumeria dimulai 2800 SM, 800 tahun setelah Sumeria, Babilonia muncul. Nah ini berbarengan dengan munculnya peradaban Assyiria, bareng juga dengan Maya di Amerika Selatan, yaitu tahun 2000 SM.
Peradaban Assyiria itu awalnya adalah peradaban Akkadia yang muncul 2500 SM, berbarengan dengan munculnya peradaban Indus di Asia. Peradaban Cina lebih muda sedikit, sekitar 2300 SM.
Itu peradaban kuno. Yang rada mudaan ini:
Romawi muncul sekitar 850 SM, Persia sekitar 700 SM, Yunani sekitar 600 SM, dan Bizantium sekitar 350 SM.
Ketika Nabi Isa a.s. lahir di tahun 1 M, itu masa Kekaisaran Romawi, sementara itu di China, dinasti Hsin sedang berkuasa.
Di masa Rasulullah (abad 5 M), Romawi memang sedang dalam masa kehancuran.
Kalau Inca dan Aztec, ternyata terhitung baru ya.
Pengaruh Hindu masuk ke Indonesia sekitar 4 M, Islam masuk 13 M, dan Eropa masuk 16 M.
KITA BANGSA PINTAR ATAU BODOH?
Maksud saya, ASLINYA. Aslinya kita ini bangsa pintar atau bodoh?
Soalnya, candi-candi yang indah itu pengaruh budaya Hindu-Buddha, loh. Berbagai masjid dan sistem kerajaan yang tersisa adalah pengaruh budaya Islam. Kehidupan modern adalah pengaruh barat.
Semua itu dari luar. Apa artinya sebelum pengaruh luar datang, kita bangsa bodoh, atau lebih parah lagi, sekumpulan kera yang kebetulan jalannya rada tegak?
Maaan, belajar sejarah ateuh!
Sebelum pengaruh luar datang, bangsa kita sudah punya local genius, kebudayaan aseli bangsa kita. Leluhur kita sudah menanam padi, mengenal wayang, bikin batik, punya struktur masyarakat, menyiapkan sistem macapat (tempat ibadah-pusat pemerintahan-pasar, penjara), punya alat ukur, punya teknologi logam, tau tentang pelayaran, dan karena itu, pasti tau juga tentang astronomi.
Apa ga keren?
Ya kalo ngebayangin dengan konteks sekarang, terang aje jaka sembung bawa golok. Itu zaman kaga ada listrik dan minim peralatan, non. Kesepuluh local genius itu bukti kalo budaya asli kita sudah kompleks, dan artinya, kita bangsa cerdas dari sononya.
Naini, ini jati diri. Jangan lupa kalo kita ini bangsa cerdas.
Sekalian nih, masalah wayang, gamelan, sama batik (waktu itu mungkin masih prototype yah, tapi sudah merupakan cikal bakal). Kalo mau yang asli Indonesia, naini juga. Kalo yang ini dilupakan, hilang tuh salah satu akar budaya bangsa kita.
Okeee.... ini apersepsi untuk materi perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa praaksara.
Soalnya, candi-candi yang indah itu pengaruh budaya Hindu-Buddha, loh. Berbagai masjid dan sistem kerajaan yang tersisa adalah pengaruh budaya Islam. Kehidupan modern adalah pengaruh barat.
Semua itu dari luar. Apa artinya sebelum pengaruh luar datang, kita bangsa bodoh, atau lebih parah lagi, sekumpulan kera yang kebetulan jalannya rada tegak?
Maaan, belajar sejarah ateuh!
Sebelum pengaruh luar datang, bangsa kita sudah punya local genius, kebudayaan aseli bangsa kita. Leluhur kita sudah menanam padi, mengenal wayang, bikin batik, punya struktur masyarakat, menyiapkan sistem macapat (tempat ibadah-pusat pemerintahan-pasar, penjara), punya alat ukur, punya teknologi logam, tau tentang pelayaran, dan karena itu, pasti tau juga tentang astronomi.
Apa ga keren?
Ya kalo ngebayangin dengan konteks sekarang, terang aje jaka sembung bawa golok. Itu zaman kaga ada listrik dan minim peralatan, non. Kesepuluh local genius itu bukti kalo budaya asli kita sudah kompleks, dan artinya, kita bangsa cerdas dari sononya.
Naini, ini jati diri. Jangan lupa kalo kita ini bangsa cerdas.
Sekalian nih, masalah wayang, gamelan, sama batik (waktu itu mungkin masih prototype yah, tapi sudah merupakan cikal bakal). Kalo mau yang asli Indonesia, naini juga. Kalo yang ini dilupakan, hilang tuh salah satu akar budaya bangsa kita.
Okeee.... ini apersepsi untuk materi perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa praaksara.
YES, WE BELONG TO SOMEBODY
Pernah nonton Meet the Robinson?
Lewis adalah seorang anak jenius yang hanya tau bahwa dia ditinggalkan di panti asuhan ketika bayi. Dia lalu membuat semacam mesin waktu untuk mengetahui siapa orang tuanya, dari mana dia datang, kenapa dia ada di panti asuhan, dan segudang pertanyaan lainnya. Sementara itu, satu demi satu teman-temannya diadopsi dan pergi dari panti asuhan.
Begitulah, ada ruang yang kosong dalam hati ketika merasa I belong to no body.
Kalau kita ga belajar sejarah, mungkin ada rasa itu juga (kali). Yah, kalo hidup kaga pake mikir sih mungkin ga terasa. Jadi pelajaran Sejarah cuma buat orang yang mikir aja, hihihi...
Ah, tapi masa' sih ga terasa? Kayaknya di satu titik, pertanyaan macam gini bakal muncul juga, sesuatu yang disebut 'mencari jati diri'.
Coba liat ke sekeliling. Minum kopi dan baca majalah franchise-an Amerika, lalu gunting rambut ala Korea. Setelah hampir semua orang sudah kayak gitu, pasti ada laaah yang mikir (dan mudah-mudahan termasuk murid saya juga), emang kita orang mana sih?
Nah, bisa tau jawabannya dari mana? Dari sejarah, dong. Kita orang mana sih, budaya kita yang mana sih, aslinya kita kayak apa sih?
Oke, sekarang era global, batas negara makin kabur, dan apa juga salahnya ambil yang baik dari negara lain?
Ga salah, tapi bisa jelek ujungnya kalo ga hati-hati. Tanpa tau jati diri, kita gampang banget jadi pembebek, yang cara pandangnya gampang disetir oleh pemilik budaya lain. Kalo punya jati diri, pas model baru dateng, kita bisa pilah: oh, ini oke kok sama prinsip gue, tapi yang ini kayaknya ngga deh. Jadi ada rasa punya akar, ga terombang-ambing.
Terus rasa I belong to somebody itu enak loh. Ada rasa punya rumah untuk pulang, tapi bukan secara harfiah.
Waktu di Jepang, saya lihat teman-teman Indonesia dan Malaysia tuh akrab, gaul bareng. Kenapa? Salah satunya merasa punya akar yang sama. Kalo lagi di subway di AS tes ketemu orang bertampang Asia Tenggara, pasti deh (biasanya) liat-liatan sambil mikir, "Orang mana ya? Malaysia, Filipina, atau mungkin malah Indonesia?" Lagi-lagi karena merasa satu akar. Apalagi sesama orang Indonesia.
Kejauhan ga sih ini mikirnya? ^_^;
Ya terserahlah ^_^, yang jelas sementara ini yang di atas adalah apersepsi untuk materi asal usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia.
gambar dari www.rahhali.com
Lewis adalah seorang anak jenius yang hanya tau bahwa dia ditinggalkan di panti asuhan ketika bayi. Dia lalu membuat semacam mesin waktu untuk mengetahui siapa orang tuanya, dari mana dia datang, kenapa dia ada di panti asuhan, dan segudang pertanyaan lainnya. Sementara itu, satu demi satu teman-temannya diadopsi dan pergi dari panti asuhan.
Begitulah, ada ruang yang kosong dalam hati ketika merasa I belong to no body.
Kalau kita ga belajar sejarah, mungkin ada rasa itu juga (kali). Yah, kalo hidup kaga pake mikir sih mungkin ga terasa. Jadi pelajaran Sejarah cuma buat orang yang mikir aja, hihihi...
Ah, tapi masa' sih ga terasa? Kayaknya di satu titik, pertanyaan macam gini bakal muncul juga, sesuatu yang disebut 'mencari jati diri'.
Coba liat ke sekeliling. Minum kopi dan baca majalah franchise-an Amerika, lalu gunting rambut ala Korea. Setelah hampir semua orang sudah kayak gitu, pasti ada laaah yang mikir (dan mudah-mudahan termasuk murid saya juga), emang kita orang mana sih?
Nah, bisa tau jawabannya dari mana? Dari sejarah, dong. Kita orang mana sih, budaya kita yang mana sih, aslinya kita kayak apa sih?
Oke, sekarang era global, batas negara makin kabur, dan apa juga salahnya ambil yang baik dari negara lain?
Ga salah, tapi bisa jelek ujungnya kalo ga hati-hati. Tanpa tau jati diri, kita gampang banget jadi pembebek, yang cara pandangnya gampang disetir oleh pemilik budaya lain. Kalo punya jati diri, pas model baru dateng, kita bisa pilah: oh, ini oke kok sama prinsip gue, tapi yang ini kayaknya ngga deh. Jadi ada rasa punya akar, ga terombang-ambing.
Terus rasa I belong to somebody itu enak loh. Ada rasa punya rumah untuk pulang, tapi bukan secara harfiah.
Waktu di Jepang, saya lihat teman-teman Indonesia dan Malaysia tuh akrab, gaul bareng. Kenapa? Salah satunya merasa punya akar yang sama. Kalo lagi di subway di AS tes ketemu orang bertampang Asia Tenggara, pasti deh (biasanya) liat-liatan sambil mikir, "Orang mana ya? Malaysia, Filipina, atau mungkin malah Indonesia?" Lagi-lagi karena merasa satu akar. Apalagi sesama orang Indonesia.
Kejauhan ga sih ini mikirnya? ^_^;
Ya terserahlah ^_^, yang jelas sementara ini yang di atas adalah apersepsi untuk materi asal usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia.
gambar dari www.rahhali.com
GARA-GARA MBA DE'
Liburan akhir tahun ini saya uring-uringan. Ini gara-gara Mba De SMS dan bilang kalau tahun ini saya bukan ngajar Bahasa Indonesia, tapi Sejarah. Awalnya saya pikir, not a big deal. I quite love History. I even have taught it before.
Pas bikin lesson plannya, baru deh keder...
Sebelumnya saya memang pernah mengajar mapel Sejarah, tapi sudah lama sekali, tahun 2000-2002. Waktu itu saya masih sangat muda (sekarang muda juga, tapi ga pake sangat), jadi ya mengajar saja tanpa banyak berpikir.
Ketika tahun ini harus kembali mengajar Sejarah, KD (please, bukan KrisDayanti =_=) kelas X aja udah bikin puyeng. Barangkali memang saya kurang baca, jadi ga ngerti menempatkan hal-hal semacam kyokken modinger atau neozoikum dalam konteks kekinian.
Gimana bisa ngajarin ke siswa, kalo saya sendiri masih belum nemu APA GUNANYA mengetahui periodisasi masa praaksara berdasarkan produk arsitekturnya. Saya ga tau jawab apa kalo siswa nanya, "Terus, penting gitu buat gue?"
Biasa, kalo uring-uringan, saya bikin blog. Untuk refleksi hasil belajar, begitu ngakunya. Sebenernya? Untuk ngegalaw aw aw.... ^_^
Pas bikin lesson plannya, baru deh keder...
Sebelumnya saya memang pernah mengajar mapel Sejarah, tapi sudah lama sekali, tahun 2000-2002. Waktu itu saya masih sangat muda (sekarang muda juga, tapi ga pake sangat), jadi ya mengajar saja tanpa banyak berpikir.
Ketika tahun ini harus kembali mengajar Sejarah, KD (please, bukan KrisDayanti =_=) kelas X aja udah bikin puyeng. Barangkali memang saya kurang baca, jadi ga ngerti menempatkan hal-hal semacam kyokken modinger atau neozoikum dalam konteks kekinian.
Gimana bisa ngajarin ke siswa, kalo saya sendiri masih belum nemu APA GUNANYA mengetahui periodisasi masa praaksara berdasarkan produk arsitekturnya. Saya ga tau jawab apa kalo siswa nanya, "Terus, penting gitu buat gue?"
Biasa, kalo uring-uringan, saya bikin blog. Untuk refleksi hasil belajar, begitu ngakunya. Sebenernya? Untuk ngegalaw aw aw.... ^_^
Subscribe to:
Posts (Atom)