Pages

Monday, 8 July 2013

JADI DETEKTIF

Materi sumber, bukti, dan fakta sejarah harus dipraktekkan.

Guru hanya harus menyusun beberapa skenario cerita, membuat beberapa benda yang bisa menjadi bukti sejarah, baik dari sumber primer maupun sekunder, bisa lisan, tulisan maupun benda.

Seperti yang terjadi di dunia nyata, bukti sejarah memang normalnya tersebar, bercampur dengan mitologi dan kabar burung, dicari dan gali oleh sebuah tim ekspedisi.

Tim ekspedisi akan melakukan penelitian heuristik. Semua bukti sejarah yang terkait akan dikumpulkan, utamanya dari sumper primer. Lalu mereka akan melakukan kritik sejarah, memilah mana yang relevan, mana yang asli, mana yang utuh, mana yang mengalami perubahan, apakah sumber sejarah bisa dipercaya, mana
fakta sejarah mana yang bukan. Setelah itu, mereka akan melakukan interpretasi, dengan menghubungkan fakta yang ada, melihat hubungan dan keseuaiannya. Terakhir adalah bagian historiografi, penulisan sejarah dan publikasinya.

Ya, hanya itu saja yang harus dipersiapkan guru. HANYA itu @_@;

Sunday, 7 July 2013

KUANTAR KAU KE GERBANG

Jumlah buku yang saya baca selama lebih dari 30 tahun ini memang payah sekali. Dari yang payah itu, seingat saya cuma 2-3 buku biografi, itu sudah termasuk sirah nabawiyyah. Jadi mengajarkan materi Sejarah sebagai Kisah rasanya sulit sekali.

Salah satu yang saya baca adalah buku Kuantar kau ke Gerbang oleh Ramadhan KH, yang saya pinjam dari perpustakaan UI. Ini biografi Inggit Ganarsih, istri kedua Soekarno. Inggit Ganarsih bukan selebriti, pamornya jauh kalah dibanding istri Soekarno yang lain. Dan ini justru menjadikannya menarik.

Biografi ini tidak memiliki happy ending (tapi dalam kehidupan nyata, yang namanya happy ending itu kayak gimana, sih?). Inggit adalah wanita sederhana, mantan ibu kos Soekarno, yang lebih tua 13 tahun darinya. Selama Soekarno berjuang, dipenjara, dan dibuang ke Bengkulu, Inggit menemani, bahkan menafkahi keluarga.

Ketika akhirnya Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi presiden, dengan siapakah ia memasuki istana? Dengan Fatmawati, anak angkat Inggit yang cantik. Inggit menolak dimadu dan memilih bercerai setelah menikah 20 tahun, lalu pulang ke Bandung.

Seperti drama, bukan? Ya, hanya saja unsur sejarahnya kental. Pemikiran para tokoh yang berkumpul di rumah Inggit, peristiwa-peristiwa bersejarah di masa itu, menegaskan bahwa ini bukan sekedar cerita hidup seorang perempuan dari Bandung.

Saat itu saya mnemukan bahwa biografi adalah pendekatan yang sama sekali berbeda terhadap Sejarah. Di sekolah, saya menemukan sejarah sebagai sesuatu yang terlepas dari kehidupan, kering, semata hanya sebagai ilmu. Membaca buku ini saya baru sadar bahwa sejarah adalah kehidupan, yang isinya juga  manusia, bukan hanya peristiwa. Ada pemikiran, tapi juga perasaan.

Melihat sejarah sebagai kisah, tentu tak bisa terlepas dari unsur subjektifitas. Orang lain dalam hidup Soekarno, misalnya, akan berbeda pandangan dengan Inggit. Itulah mengapa kita menemukan satu peristiwa ditulis menjadi beberapa kisah sejarah, masing-masing berbeda pendapat tentang masalah yang sama.


KRONOLOGI

Kronologi adalah pencatatan sejarah sesuai urutan waktu.


LEGENDA PUTRI HIJAU

Alkisah di Kesultanan Deli Lama, kira-kira 10 km dari kampung Medan, hiduplah seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.

Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesultanan Deli.

Dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.

Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam meledak terbelah dua. Bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo. Meriam itu dikenal dengan Meriam Puntung (buntung).

Pangeran yang seorang lagi berubah menjadi naga yang disebut Ular Simangombus, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.

Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.

Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga. Dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.

***

Legenda di atas mungkin terkesan sebagai dongeng pengantar tidur. Ia cerita yang anonim dan penuh keajaiban di luar logika. Begitulah ciri-ciri sebuah folklore atau budaya rakyat. Meski begitu, kita dapat menemukan jejak sejarah dari legenda ini.

Abad 15 dan 16 adalah periode paling berdarah di zona dataran rendah Aceh, Sumatera Timur, dan semenanjung Malaysia. Empat kerajaan saling bantai, berkonspirasi, dan saling menaklukkan untuk memperebutkan kekuasaan pada zona perdagangan internasional yang kini dikenal dengan Selat Malaka. Di tengah kecamuk perebutan kue ekonomi itu, pada tepian sungai Deli–tepatnya sekitar 9 km dari Labuhan Deli–lahirlah sebuah legenda klasik bernama Puteri Hijau.

Legenda ini memiliki banyak interpretasi yang berbeda. Putri Hijau mungkin memang cantik, tapi motivasi Raja Aceh mempersuntingnya adalah untuk memperluas kekuasaan dan menguasai perekonomian Selat Malaka.

Bagaimana dengan Meriam Puntung? Benda itu memang ada, satu di Istana Maimun, satu lagi di daerah Karo. Meriam ini merupakan hadiah Portugis dan memang terbelah dua ketika digunakan, mungkin karena terlalu panas.

Dan naganya? Diceritakan bahwa Putri Hijau melarikan diri bersama kakaknya melalui sebuah sungai dengan menggunakan perahu. Kepala perahu itu berbentuk naga.

***

Ini apersepsi dari materi menemukan jejak sejarah dalam folklore.


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Putri_Hijau
http://batak.web.id/legenda-putri-hijau-diantara-batak-dan-haru-aru-sebuah-hipotesis/
kolomkita.detik.com -
somelus.wordpress.com

Saturday, 6 July 2013

ABAD 4 MASEHI

Abad ke 4 Masehi. Indonesia memasuki masa aksara. Di belahan dunia lain, apa yang terjadi?

Itu 400 tahun setelah kematian Isa a.s. Rasulullah lahir 100 tahun kemudian.

Saat itu, apa Anthony sudah pedekate ke Cleopatra? Lagi dinasti apa di China? Asterix ada di mana? Kalo film 300 itu, kejadian benerannya kapan?

Menyatukan potongan-potongan di kepala, dan memisahkan mana yang sejarah sungguhan, mana yang film dan komik.

Sejarah itu kronologis dan diakronis. Entah apa artinya itu.

JAWABAN:

sumber:  http://chaos1.hypermart.net/fullsize/ancivfs.gif

Peradaban Mesir dimulai sekitar 3100 SM.
Peradaban Sumeria dimulai 2800 SM, 800 tahun setelah Sumeria, Babilonia muncul. Nah ini berbarengan dengan munculnya peradaban Assyiria, bareng juga dengan Maya di Amerika Selatan, yaitu tahun 2000 SM.
Peradaban Assyiria itu awalnya adalah peradaban Akkadia yang muncul 2500 SM, berbarengan dengan munculnya peradaban Indus di Asia. Peradaban Cina lebih muda sedikit, sekitar 2300 SM.

Itu peradaban kuno. Yang rada mudaan ini:

Romawi muncul sekitar 850 SM, Persia sekitar 700 SM, Yunani sekitar 600 SM, dan Bizantium sekitar 350 SM.
Ketika Nabi Isa a.s. lahir di tahun 1 M, itu masa Kekaisaran Romawi, sementara itu di China, dinasti Hsin sedang berkuasa.
Di masa Rasulullah (abad 5 M), Romawi memang sedang dalam masa kehancuran.
Kalau Inca dan Aztec, ternyata terhitung baru ya.

Pengaruh Hindu masuk ke Indonesia sekitar 4 M, Islam masuk 13 M, dan Eropa masuk 16 M.

KITA BANGSA PINTAR ATAU BODOH?

Maksud saya, ASLINYA. Aslinya kita ini bangsa pintar atau bodoh?

Soalnya, candi-candi yang indah itu pengaruh budaya Hindu-Buddha, loh. Berbagai masjid dan sistem kerajaan yang tersisa adalah pengaruh budaya Islam. Kehidupan modern adalah pengaruh barat.

Semua itu dari luar. Apa artinya sebelum pengaruh luar datang, kita bangsa bodoh, atau lebih parah lagi, sekumpulan kera yang kebetulan jalannya rada tegak?

Maaan, belajar sejarah ateuh!

Sebelum pengaruh luar datang, bangsa kita sudah punya local genius, kebudayaan aseli bangsa kita. Leluhur kita sudah menanam padi, mengenal wayang, bikin batik, punya struktur masyarakat, menyiapkan sistem macapat (tempat ibadah-pusat pemerintahan-pasar, penjara), punya alat ukur, punya teknologi logam, tau tentang pelayaran, dan karena itu, pasti tau juga tentang astronomi.

Apa ga keren?

Ya kalo ngebayangin dengan konteks sekarang, terang aje jaka sembung bawa golok. Itu zaman kaga ada listrik dan minim peralatan, non. Kesepuluh local genius itu bukti kalo budaya asli kita sudah kompleks, dan artinya, kita bangsa cerdas dari sononya.

Naini, ini jati diri. Jangan lupa kalo kita ini bangsa cerdas.

Sekalian nih, masalah wayang, gamelan, sama batik (waktu itu mungkin masih prototype yah, tapi sudah merupakan cikal bakal). Kalo mau yang asli Indonesia, naini juga. Kalo yang ini dilupakan, hilang tuh salah satu akar budaya bangsa kita.

Okeee.... ini apersepsi untuk materi perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa praaksara.

YES, WE BELONG TO SOMEBODY

Pernah nonton Meet the Robinson?

Lewis adalah seorang anak jenius yang hanya tau bahwa dia ditinggalkan di panti asuhan ketika bayi. Dia lalu membuat semacam mesin waktu untuk mengetahui siapa orang tuanya, dari mana dia datang, kenapa dia ada di panti asuhan, dan segudang pertanyaan lainnya. Sementara itu, satu demi satu teman-temannya diadopsi dan pergi dari panti asuhan.

Begitulah, ada ruang yang kosong dalam hati ketika merasa I belong to no body.

Kalau kita ga belajar sejarah, mungkin ada rasa itu juga (kali). Yah, kalo hidup kaga pake mikir sih mungkin ga terasa. Jadi pelajaran Sejarah cuma buat orang yang mikir aja, hihihi...

Ah, tapi masa' sih ga terasa? Kayaknya di satu titik, pertanyaan macam gini bakal muncul juga, sesuatu yang disebut 'mencari jati diri'.

Coba liat ke sekeliling. Minum kopi dan baca majalah franchise-an Amerika, lalu gunting rambut ala Korea. Setelah hampir semua orang sudah kayak gitu, pasti ada laaah yang mikir (dan mudah-mudahan termasuk murid saya juga), emang kita orang mana sih?

Nah, bisa tau jawabannya dari mana? Dari sejarah, dong. Kita orang mana sih, budaya kita yang mana sih, aslinya kita kayak apa sih?

Oke, sekarang era global, batas negara makin kabur, dan apa juga salahnya ambil yang baik dari negara lain?

Ga salah, tapi bisa jelek ujungnya kalo ga hati-hati. Tanpa tau jati diri, kita gampang banget jadi pembebek, yang cara pandangnya gampang disetir oleh pemilik budaya lain. Kalo punya jati diri, pas model baru dateng, kita bisa pilah: oh, ini oke kok sama prinsip gue, tapi yang ini kayaknya ngga deh.  Jadi ada rasa punya akar, ga terombang-ambing.

Terus rasa I belong to somebody itu enak loh. Ada rasa punya rumah untuk pulang, tapi bukan secara harfiah.

Waktu di Jepang, saya lihat teman-teman Indonesia dan Malaysia tuh akrab, gaul bareng. Kenapa? Salah satunya merasa punya akar yang sama. Kalo lagi di subway di AS tes ketemu orang bertampang Asia Tenggara, pasti deh (biasanya) liat-liatan sambil mikir, "Orang mana ya? Malaysia, Filipina, atau mungkin malah Indonesia?" Lagi-lagi karena merasa satu akar. Apalagi sesama orang Indonesia.


Kejauhan ga sih ini mikirnya? ^_^;

Ya terserahlah ^_^, yang jelas sementara ini yang di atas adalah apersepsi untuk materi asal usul dan persebaran nenek moyang bangsa Indonesia.

gambar dari www.rahhali.com

GARA-GARA MBA DE'

Liburan akhir tahun ini saya uring-uringan. Ini gara-gara Mba De SMS dan bilang kalau tahun ini saya bukan ngajar Bahasa Indonesia, tapi Sejarah. Awalnya saya pikir, not a big deal. I quite love History. I even have taught it before.

Pas bikin lesson plannya, baru deh keder...

Sebelumnya saya memang pernah mengajar mapel Sejarah, tapi sudah lama sekali, tahun 2000-2002. Waktu itu saya masih sangat muda (sekarang muda juga, tapi ga pake sangat), jadi ya mengajar saja tanpa banyak berpikir.

Ketika tahun ini harus kembali mengajar Sejarah, KD (please, bukan KrisDayanti =_=) kelas X aja udah bikin puyeng. Barangkali memang saya kurang baca, jadi ga ngerti menempatkan hal-hal semacam kyokken modinger atau neozoikum dalam konteks kekinian.

Gimana bisa ngajarin ke siswa, kalo saya sendiri masih belum nemu APA GUNANYA mengetahui periodisasi masa praaksara berdasarkan produk arsitekturnya. Saya ga tau jawab apa kalo siswa nanya, "Terus, penting gitu buat gue?"


Biasa, kalo uring-uringan, saya bikin blog. Untuk refleksi hasil belajar, begitu ngakunya. Sebenernya? Untuk ngegalaw aw aw.... ^_^